SEKOLAH KEHIDUPAN
( Stepping How to Enjoy Your Life )
a. Tahapan yang harus dikuasai dalam menjalani kehidupan (all step should be pass)
b. Bagaimana menyesuaikan keinginan diri dan kehendak sang Hakiki (expectacy & Reality)
c. Kerjasama dan sinergi antara pencipta & Mahluk untuk output (goal) yang presisi
SD ( Sadar Diri )
*Harus ada pemahaman siapa diri kita sebenarnya ,yg akan Kita gunakan dalam menjalani hidupi ini
* Ibarat menjalankan mobil,mesti paham Fungsi dari tiap bagian mobil
* Manusia terdiri dari 3 element utama :
- Jasmani (Phisik ,badan,Hardware)
- Rohani (Jiwa,Qalbu)
- Nurani (Ruh,diri sejati)
Jasmani
-Manifestasi (tindakan nyata) dari pilihan jiwa
- Output sikap/Tindakan
- Referensi kebutuhan panca indra
Ruhani/Jiwa
-Penentu pilihan atas keadaan (kejadian ) yg Menimpa manusia
-Potensi kebaikan & keburukan
- Sumber kehendak/Keinginan/Niat
Nurani/Qalbu/Diri sejati
- Referensi kebaikan
- Percikan sifat Ilahi
- Nahkoda kehidupan
SMP ( Sadar Menempatkan Posisi )
* Sikap/Tindakan yang dilakukan
- Menyesuaikan dg situasi & Kondisi
- Idealnya referensi dari Qalbu Agar sesuai dg skenario TUHAN
*Berlakunya hukum Aksi & Reaksi
* Sikap yg baik memberikan manfaat
SMA ( Sanggup Menanggung Akibat )
* Sikap/Tindakan yang dilakukan
- Selalu ada resiko atas setiap pilihan
*Berlakunya hukun aksi & Reaksi
- Apa yg kita dapatkan karena buah perbuatan kita juga
*Sebagai feed back utk improvement Sikap /tindakan kita
PT ( Pasrah Tuhan-NYA )
* Menyerahkan hasil / respon tindakan /Ihtiar pada TUHAN
*Mohon kekuatan utk menerima semua buah tindakan kita
• Pemahaman bahwa yang terbaik adalah kenyataan saat ini bukan keinginan kita
*Sebagai feedback untuk penyempurnaan sikap dengan bimbinganNYA (referensi Qalbu)
*Pemahaman bahwa kita hanya menikmati proses
* Tawakal,Ikhlas
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN TRANSAKSIONAL TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI KANTOR DISTRIK NAVIGASI KELAS II SEMARANG DENGAN VARIABEL ANTARA KEPUASAN KERJA
PENDAHULUAN
Dewasa ini perkembangan manajemen dan kepemimpinan dalam suatu organisasi apapun merupakan hal penting dan perlu mendapatkan perhatian. Tanpa adanya suatu manajemen dan kepemimpinan yang baik dan aspiratif, upaya perubahan dan optimalisasi pencapaian kinerja dan tujuan organisasi akan sulit dicapai dan mungkin saja tidak menghasilkan apapun. Kepemimpinan, tidak dipungkiri, merupakan salah satu faktor determinan keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Bahkan dalam konteks yang lebih luas, diyakini bahwa kemajuan suatu bangsa dan negara sangat ditentukan oleh kepemimpinan yang dimiliki oleh pemimpin negara itu sendiri.Menurut Pareke 2001(dalam Nurmayanti 2004 ) kepemimpinan merupakan suatu proses dimana seseorang ,yaitu pemimpin mempengaruhi bawahan dengan tanpa paksaan untuk mencapai tujuan organisasi. Maka dari itu tinggi rendahnya usaha yang dilakukan para bawahan untuk melaksanakan pekerjaan atau bidang tugasnya, sebagian besar ditentukan oleh keefektifan pengaruh yang di berikan pemimpinnya. Kepemimpinan menurut Ralph M. Stogdill (Wahjosumidjo 1994:23) didefinisikan sebagai sarana pencapaian tujuan yang dimaksudkan dalam hubungan ini pemimpin merupakan seseorang yang memiliki suatu program dan yang berperilaku secera bersama-sama dengan anggota-anggota kelompok dengan mempergunakan cara atau gaya tertentu, sehingga kepemimpinan mempunyai peranan sebagai kekuatan dinamik yang mendorong, memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Sedangkan Hasibuan (1996) mendefinisikan kepemimpinan merupakan hal penting dalam manajerial, karena kepemimpinan maka proses manajemen akan berjalan dengan baik dan pegawai akan bergairah dalam tugasnya.Menurut penjelasan PP 10 / 1979 huruf ( h )(dalam Biatna D T,2008) dikatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seorang pegawai negeri sipil untuk menyakinkan orang lain, sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk tugas pokok.
Dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya seorang pemimpin tidak lepas dari adanya suatu gaya atau sering disebut sebagai gaya kepemimpinan . Gaya kepemimpinan didefinisikan sebagai "sebuah pola penekanan, diindeks dengan frekuensi atau intensitas dari perilaku kepemimpinan tertentu atau sikap, yang menempatkan seorang pemimpin pada fungsi kepemimpinan yang berbeda" (Casimir, 2001). . Gaya ini bertujuan untuk menimbulkan kepatuhan pada mereka yang bekerja bagi suatu organisasi untuk memenuhi dan sesuai dengan arahan dari pemimpin.Salah satu gaya kepemimpinan itu adalah gaya kepemimpinan transformasional (transformational leadership) merupakan salah-satu diantara sekian model kepemimpinan, oleh Burns (1978, dalam Yukl, 1998:296) diartikan sebagai “sebuah proses saling meningkatkan diantara para pemimpin dan pengikut ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi’.Bass (1985; 1998, dalam Tschannen-Moran, 2003) seperti yang dikutipThomas dan Wahju mengistilahkan kepemimpinan transformasional sebagai “Fours I’s”, yang meliputi “pengaruh individual (individualized influence), motivasi inspiratif (inspirational motivation), stimulasi intelektual (intellectual stimulation), dan pertimbangan individual (individualized consideration)”.Sedangkan gaya kepemimpinan yang lain adalah gaya kepemimpinan transaksional. Selanjutnya Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997; Keller, 1992) (dalam Marcel and Rita ,2004 ) mengembangkan konsep kepemimpinan transformasional dan transaksional dengan berlandaskan pada pendapat Maslow mengenai hirarki kebutuhan manusia. Menurut Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997) keterkaitan tersebut dapat dipahami dengan gagasan bahwa kebutuhan karyawan yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisiologis dan rasa aman hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan transaksional. Sebaliknya, Keller (1992) mengemukakan bahwa kebutuhan yang lebih tinggi, seperti harga diri dan aktualisasi diri, hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan transformasional. Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997) seperti yang dikutip oleh marselius dan rita (2004)mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional dapat dipilah secara tegas dan keduanya merupakan gaya kepemimpinan yang saling bertentangan. Kepemimpinan transformasional dan transaksional sangat penting dan dibutuhkan setiap organisasi. Dalam gaya kepemimpinan transaksional hubungan pemimpin dengan bawahan didasarkan pada sebuah pertukaran atau tawar menawar diantara mereka.Untuk memotivasi bawahan atau pengikut nya melalui pertukaran dengan imbalan bersyarat yang berfokus pada sasaran atau visi dan misi nya,klarifikasi hubungan antara kinerja dengan imbalan serta memberi umpan balik konstruktif agar bawahan selalu melakukan tugas yang telah diberikan. gaya kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran (Yukl, 1998 dalam Marselius dan Rita).
Sedangkan kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya ( Malayu,2005 ).Pemberikan definisi komprehensif dari kepuasan kerja oleh Locke yaitu keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting (Luthans, 2006). Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaan itu, sedangkan seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu. Karyawan yang puas terhadap pekerjaannya akan lebih mungkin berbicara positif tentang organisasi, membantu orang lain, dan melakukan pekerjaan melebihi harapan yang normal dalam pekerjaan mereka (Robbins, 2003). Kepuasan kerja yang tinggi juga sering menghasilkan lebih sedikit kecelakaan dan keluhan kerja, sedikit waktu yang diperlukan untuk mempelajari tugas baru dan berkurangnya stres (Luthans, 2006). Konsekuensi dari kepuasan kerja yaitu: produktifitas, kemangkiran dan tingkat keluar masuknya karyawan. Organisasi dengan karyawan yang lebih puas cenderung menjadi lebih efektif dan produktif (Robbins,2001 ). Maka dari itu karyawan dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki angka kemangkiran yang rendah dan juga mengakibatkan tingkat keluar masuk (turn over) karyawan juga rendah. Kepuasan kerja merupakan faktor yang sangat kompleks karena kepuasan kerja dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya adalah gaya kepemimpinan (Locke dalam Marselius dan Rita, 2004) dan berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
Kinerja difokuskan perilaku atau kerja yang sungguh (Rudman, 1998, hal 205). Artinya, pekerjaan ada untuk mencapai hasil yang spesifik dan ditentukan (output) dan orang-orang yang bekerja sehingga organisasi dapat mencapai hasil tersebut. Hal ini dilakukan dengan melakukan tugas. Gilbert (1998) mengatakan kinerja yang memiliki dua aspek - perilaku menjadi sarana dan konsekuensinya yang akhir. Sedangkan dalam Prawirosentono ( 1999 ) yang dikutip oleh Biatna D.T (2007 ) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melawan hukum, dan sesuai dengan moral dan etika. Kinerja lebih mengarah kepada tingkatan prestasi karyawan. Kinerja perorangan ( individual performance ) dengan kinerja lembaga ( institusional performance ) atau kinerja organisasi ( corporate performance ) terdapat hubungan yang erat. Dengan asumsi apabila bila kinerja karyawan ( individual performance ) baik maka kinerja organisasi kemungkinan besar akan baik juga. Kinerja seorang karyawan akan baik bila mempunyai skill ( keahlian ) yang tinggi, bersedia bekerja karena gaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian dan mempunyai harapan (expectation ) masa depan yang lebih baik.Sedangkan dalam penilaian kinerja para pegawai dilakukan untuk memberikan umpan balik kepada pegawai dalam upaya nya memperbaiki kinerja dan produktivitas organisasi.Penilaian kinerja ( performance approisal ) dalah proses evaluasi seberapa baik karyawan mengerjakan, dibandingkan dengan satu set standart dan kemudian mengkomunikasikan dengan para karyawan (Mathias dan Jackson 2002 ).
Kinerja pegawai di Kantor Distrik Navigasi Semarang berpedoman kepada Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 30 tahun 2006 tentang Struktur Organisasi dan tata kerja Distrik Navigasi yang sampai sekarangpun masih relevan sebagai pedoman kerja.Sedangkan untuk administrasi perkantorannya berpedoman kepada Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 64 tahun 2006 tentang Pedoman Administrasi Perkantoran Departemen Perhubungan.
Namun demikian kenyataan yang terjadi di Kantor Distrik Navigasi kelas II Semarang tidaklah demikian diantaranya adalah :
1. Tingkat absensi/ ketidak hadiran pegawai masih cukup tinggi
2. Terjadinya persaingan yang kurang sehat diantara bawahan disertai dengan ambisi pribadi dalam hal promosi, kenaikan pangkat / jabatan yang akan mengurangi semangat kerja dari masing – masing pegawai.
3. Masih adanya kesenjangan dalam perlakuan oleh pimpinan.
4. Kurangnya perhatian, penghargaan terhadap bakat maupun potensi dari pegawai.
Dengan adanya fenomena – fenomena tersebutlah maka dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional terhadap kepuasan kerja serta implikasinya pada kinerja pegawai Kantor Distrik Navigasi kelas II Semarang.
PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pegawai di lingkungan Kantor Distrik Navigasi kelas II Semarang ?
2. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan transaksional terhadap kinerja pegawai di lingkungan Kantor Distrik Navigasi kelas II Semarang ?
3. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja di Kantor Distrik Navigasi kelas II Semarang ?
4. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan transaksional terhadap kepuasan kerja pegawai di Kantor Distrik Navigasi kelas II Semarang ?
5. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan transformasional, transaksional dan kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai di Kantor Distrik Navigasi kelas II Semarang ?
PEMBAHASAN
Pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kinerja
Seberapa jauh pemimpin dikatakan sebagai pemimpin transformasional, Bass (1990) dan Koh, dkk. (1995) mengemukakan bahwa hal tersebut dapat diukur dalam hubungan dengan pengaruh pemimpin tersebut berhadapan karyawan. Oleh karena itu, Bass (1990) mengemukakan ada tiga cara seorang pemimpin transformasional memotivasi karyawannya, yaitu dengan:
1) mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha;
2) mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok; dan
3) meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri
Sebaliknya, Keller (1992) dalam Marcel dan Rita mengemukakan bahwa kebutuhan yang lebih
tinggi, seperti harga diri dan aktualisasi diri, hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya
kepemimpinan transformasional.
Sedangkan Bass (dalam Howell dan Hall-Merenda, 1999) mengemukakan adanya empat karakteristik kepemimpinan transformasional, yaitu:
1) karisma,
2) inspirasional,
3) stimulasi intelektual, dan
4) perhatian individual.
Transformational kepemimpinan adalah hipotesis terjadi ketika para pemimpin dan pengikut
bersatu dalam ketertiban umum mengejar tujuan yang lebih tinggi, ketika "satu orang atau lebih
terlibat dengan orang lain sedemikian rupa sehingga pemimpin dan pengikut meningkatkan satu
sama lain untuk tingkat yang lebih tinggi motivasi dan moralitas "(Burns, 1978, hal 20). Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan pemimpin-pengikut adalah satu di yang tujuan dari kedua telah
menyatu, menciptakan kesatuan dan tujuan kolektif (Barker, 1990). Pemimpin memotivasi
pengikutnya untuk "bekerja untuk tujuan transendental bukannya segera kepentingan pribadi,
untuk pencapaian dan aktualisasi diri daripada keselamatan dan keamanan "(Murray dan Feitler,
1989, hal 3), dan menciptakan pengikut dalam kapasitas untuk mengembangkan tingkat
yang lebih tinggi komitmen untuk tujuan organisasi (Leithwood dan Jantzi, 2000) dalam Alan M.
Barnett (2003 ).
Paradigma baru dari kepemimpinan transformasional mengangkat tujuh prinsip untuk menciptakan kepemimpinan transformasional yang sinergis sebagaimana di bawah ini (Erik Rees : 2001) :
1. Simplifikasi, keberhasilan dari kepemimpinan diawali dengan sebuah visi yang akan menjadi cermin dan tujuan bersama. Kemampuan serta keterampilan dalam mengungkapkan visi secara jelas, praktis dan tentu saja transformasional yang dapat menjawab “Kemana kita akan melangkah?” menjadi hal pertama yang penting untuk di implementasikan.
2. Motivasi, kemampuan untuk mendapatkan komitmen dari setiap orang yang terlibat terhadap visi yang sudah dijelaskan adalah hal kedua yang perlu kita lakukan. Pada saat pemimpin transformasional dapat menciptakan suatu sinergitas di dalam organisasi, berarti seharusnya dia dapat pula mengoptimalkan, memotivasi dan memberi energi kepada setiap pengikutnya. Praktisnya dapat saja berupa tugas atau pekerjaan yang betul-betul menantang serta memberikan peluang bagi mereka pula untuk terlibat dalam suatu proses kreatif baik dalam hal memberikan usulan ataupun mengambil keputusan dalam pemecahan masalah, sehingga hal ini pula akan memberikan nilai tambah bagi mereka sendiri.
3. Fasilitasi, dalam pengertian kemampuan untuk secara efektif memfasilitasi “pembelajaran” yang terjadi di dalam organisasi secara kelembagaan, kelompok, ataupun individual. Hal ini akan berdampak pada semakin bertambahnya modal intektual dari setiap orang yang terlibat di dalamnya.
4. Inovasi, yaitu kemampuan untuk secara berani dan bertanggung jawab melakukan suatu perubahan bilamana diperlukan dan menjadi suatu tuntutan dengan perubahan yang terjadi. Dalam suatu organisasi yang efektif dan efisien, setiap orang yang terlibat perlu mengantisipasi perubahan dan seharusnya pula mereka tidak takut akan perubahan tersebut. Dalam kasus tertentu, pemimpin transformasional harus sigap merespon perubahan tanpa mengorbankan rasa percaya dan tim kerja yang sudah dibangun.
5. Mobilitas, yaitu pengerahan semua sumber daya yang ada untuk melengkapi dan memperkuat setiap orang yang terlibat di dalamnya dalam mencapai visi dan tujuan. Pemimpin transformasional akan selalu mengupayakan pengikut yang penuh dengan tanggung jawab.
6. Siap Siaga, yaitu kemampuan untuk selalu siap belajar tentang diri mereka sendiri dan menyambut perubahan dengan paradigma baru yang positif.
7. Tekad, yaitu tekad bulat untuk selalu sampai pada akhir, tekad bulat untuk menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas. Untuk ini tentu perlu pula didukung oleh pengembangan disiplin spiritualitas, emosi, dan fisik serta komitmen.
Berdasar dari semua teori diatas maka gaya transformasional berpengaruh secara signifikan
terhadap kinerja pegawai, di mana apabila gaya kepemimpinan transformasional ditingkatkan
maka maka kinerja dari pegawai akan juga meningkat secara signifikan. Karena dalam gaya ini
menurut Burns ( 1978 ) dalam Sri Handajani ( 2007 ) para pengikutnya merasa adanya
kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat terhadap pimpinannya dan mereka termotivasi
untuk melakukan yang lebih daripada yang mereka harapkan.
Pengaruh kepemimpinan transaksional terhadap kinerja pegawai
Bass (1990) dan Yukl (1998) mengemukakan bahwa hubungan pemimpin transaksional dengan karyawan tercermin dari tiga hal yakni:
1) pemimpin mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelaskan apa yang akan mereka dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan harapan;
2) pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan dengan imbalan; dan
3) pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan selama kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan karyawan.
Bass (dalam Howell dan Avolio, 1993) mengemukakan bahwa karakteristik kepemimpinan
transaksional terdiri atas dua aspek, yaitu imbalan kontingen, dan manajemen eksepsi. Menurut
Bycio dkk. (1995) serta Koh dkk. (1995), kepemimpinan transaksional adalah gaya
kepemimpinan di mana seorang pemimpin menfokuskan perhatiannya pada transaksi
interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan. Kepemimpinan transaksional adalah hipotesis terjadi ketika ada pertukaran sederhana dari satu hal yang lain. Burns (1978, hal 19) berpendapat bahwa kepemimpinan transaksional terjadi "ketika salah satu orang mengambil inisiatif dalam melakukan kontak dengan orang lain untuk tujuan pertukaran dihargai sesuatu ". Dalam hubungan pemimpin dan kebutuhan pertukaran dipimpin dan jasa di . Untuk mencapai tujuan independen (Barker, 1990; Kirby, Surga dan King, 1992). Kepemimpinan transaksional akan ditemui apabila kuasa memainkan peranan penting. Kepemimpinan transaksi jika dilihat dari sudut yang positif mempunyai networking dan jika dilihat dari sudut yang negatif, ia menyalahgunakan kedudukan. Ia senantiasa dikaitkan dengan kuasa kedudukan, status dan pengaruh yang datang dari kedudukan seseorang dalam hierarki (Schuster, 1994) dalam Jazmi 2009.
Dari uraian diatas dapat diartikan bahwa gaya kepemimpinan transaksional pengaruhnya dalam kinerja pegawai signifikansi nya negatif yang artinya apabila gaya kepemimpinan transaksional ditingkatkan maka kinerja menurun.Burns (1978) menyarankan kepemimpinan transaksi memotivasikan pengikut dengan membalas ganjaran untuk perkhidmatan mereka. Kepemimpinan jenis ini memfokus kepada motif luaran dan asas, serta keperluan (Sergiovanni, 1995) .
Pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja
Mendukung pendapat Keller (1992) seperti yang dikutip oleh Marselius dan Rita yang mengatakan bahwa praktik gaya kepemimpinan transformasional mampu meningkatkan kepuasan kerja bagi karyawan karena kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri. Hasil penelitian ini juga memperkuat pendapat Nicholls (1994), Pawar dan Eastman (1997) bahwa praktik gaya kepemimpinan trnasformasional mampu membawa perubahan-perubahan yang lebih mendasar seperti nilai-nilai, tujuan, dan kebutuhan karyawan dan perubahan-perubahan tersebut berdampak pada meningkatnya kepuasan kerja karyawan karena terpenuhinya kebutuhan yang lebih tinggi. Sedangkan Bycio dkk. (1995) serta Howell dan Avolio (1993) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki keterkaitan yang positif terhadap kepuasan kerja karyawan karena karyawan merasa dihargai eksistensinya, maka gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap kepuasan kerja .
Pengaruh gaya kepemimpinan transaksional terhadap kepuasan kerja
Sejalan dengan pendapat Bass (1990) yang mengemukakan bahwa kepemimpinan transaksional merupakan dasar bagi berlangsungnya efektivitas organisasi, tetapi belum menjelaskan usaha dan kinerja optimal karyawan yang ditekankan pemimpin. Hal ini diperkuat dengan pendapat Koh dkk. (1995) yang menegaskan bahwa kepemimpinan transaksional hanya menekankan pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klarifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan. Selanjutnya menurut Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997) bahwa ada hubungan yang tidak signifikan antara kepemimpinan transaksional dengan kepuasan kerja, maka dari itu gaya kepemimpinan transaksional tidak signifikan dengan kepuasan kerja .
Pengaruh kepemimpinan transformasional, transaksional dan kepuasan kerja terhadap kinerja
Sesuai dengan pendapat Seltzer dan Bass (1990) yang mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional mempengaruhi kepuasan kerja.Hal ini diperkuat oleh pendapat Keller (1992) yang mengatakan bahwa praktik gaya kepemimpinan transformasional mampu meningkatkan kepuasan kerja bagi karyawan karena kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri terpenuhi. Selanjutnya, praktik kepemimpinan transaksional mampu meningkatkan kepuasan kerja bagi karyawan karena kebutuhan karyawan yang lebih rendah seperti kebutuhan fisologis dan rasa aman dapat terpenuhi pula (Burn dalam Pawar dan Eastman, 1997).Menurut Sunarto ( 2004 )seperti yang dikutip oleh Nova N (2008) kepentingan para pemimpin pada kepuasan kerja cenderung berpusat pada efeknya terhadap kinerja nya ( Robbins ,2001 ) dimana bahwa hubungan kepuasan kerja dengan kinerja pada hakikatnya adalah pernyataan seorang pekerja yang bahagia adalah pekerja yang produktif ( Utomo, 2002 ).Jadi sehubungan dengan berbagai pendapat tersebut maka gaya kepemimpinan transformasional, transaksional dan kepuasan kerja mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan kinerja para karyawannya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan uraian diatas maka dapat di tarik sebuah kesimpulan :
1. Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai di Kantor Distrik Navigasi kelas II Semarang, di mana apabila gaya kepemimpinan transformasional ditingkatkan maka maka kinerja dari pegawai akan juga meningkat secara signifikan.
2. Gaya kepemimpinan transaksional pengaruhnya dalam kinerja pegawai di Kantor Distrik Navigasi kelas II Semarang signifikansi nya negatif yang artinya apabila gaya kepemimpinan transaksional ditingkatkan maka kinerja menurun.
3. Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai Kantor Distrik Navigasi kelas II Semarang.
4. Ada hubungan yang tidak signifikan antara kepemimpinan transaksional dengan kepuasan kerja pegawai , maka dari itu gaya kepemimpinan transaksional tidak signifikan dengan kepuasan kerja pegawai di Kantor Ditrik Navigasi kelas II Semarang.
5. Gaya kepemimpinan transformasional, transaksional dan kepuasan kerja secara bersama sama mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan kinerja para pegawai Kantor Navigasi kelas II Semarang.
Saran :
1. Gaya kepemimpinan sangat berpengaruh dalam kepuasan kerja dan juga berpengaruh sekali terhadap kinerja para pegawai sehingga para pemimpin diharapkan dapat memberikan suatu gaya yang efektif bagi peningkatan kinerja karyawan yang juga tanpa meninggalkan kepuasan kerja mereka.
2. Pentingnya para pemimpin memahami keinginan para pegawai nya dalam rangka peningkatan kinerja dan kepuasan kerja pegawai.
Sebaiknya para pemimpin juga memahami gaya apakah yang cocok dan efektif bagi para bawahannya dalam rangka peningkatan kinerja pegawai dengan memperhatikan kepuasan kerja mereka.DAFTAR PUSTAKA
Alan M. Barnett.2003 The Impact of Transformational Leadership Style of the School Principal on School Learning Environments and Selected Teacher Outcomes: A Preliminary Report , Self-concept Enhancement and Learning Facilitation Research Centre University of Western Sydney, Australia, Paper presented at NZARE AARE, Auckland, New Zealand
Anwar Prabu M,2010 Evaluasi Kinerja SDM.Bandung : Refika Aditama
Biatna Dulbert Tampubolon. 2007. Analisis faktor gaya kepemimpinan dan faktor etos kerja terhadap kinerja pegawai pada organisasi yang telah menerapkan SNI 19-9001-2001, Jurnal Standardisasi Vol. 9 No. 3 tahun 2007 : 106-115
Didi Sumantri, Rismayani,dkk. 2006. Pengaruh Motivasi dan Gaya kepemimpinan Terhadap Kinerja Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Sumatera Utara
Edah Jubaedah.2009. Analisis Hubungan Gaya kepemimpinan dan kompetensi Komunikasi dalam organisasi STIA LAN Bandung, Jl. Cimandiri 34-38 Bandung 40115,
Jazmi bin Md Isa, 2009 .Gaya Kepemimpinan Pengetua Dan Kepuasan Kerja Guru: Kajian Perbandingan Antara SMKA Dengan SMK, Universiti Utara Malaysia
Malayu S.P.Hasibuan, 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Jakarta : Bumi Aksara
Marselius Sampe Tondok ,Rita Andarika Desember 2004 . Hubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional dengan Kepuasan Kerja Karyawan Vol. 1 No. 1Fakultas Psikologi Universitas Bina Darma Palembang
Muksin Wijaya , M.Pd.,M.M. 2005 Kepemimpinan Transformasional di Sekolah dalam Meningkatkan Outcomes Peserta Didik Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Nova Nurmawilis . 2008. Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja dengan Kinerja Karyawan di RSUD Rokan Hulu Medan.Tesis USU Medan
Ramlan Ruvendi ,2005 . Imbalan dan gaya kepemimpinan pengaruhnya terhadap kepuasan kerja karyawan di Balai Besar Industri Hasil Pertanian Bogor Jurnal Ilmiah Binaniaga Vol 01 No 1 Tahun 2005
Robert J. Alban-Metcalfe,2000 The transformational leadership questionnaire (TLQ-LGV): a convergent and discriminant validation study Trinity and All Saints' University College, Leeds, UK
Sri Handajani.2007.Kajian tentang pengaruh gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional thd Kinerja pegawai pada PDAM kota Malang. jurnal ekonomi dan manajemen vol. 8 no. 2 juni 2007.
Sodrul Fuad . 2007. Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Kerja terhadap Kepuasan Karyawan PTPN 3 Medan.Tesis Universitas Terbuka Medan